Pages

Minggu, 23 September 2012

KATA MULUT BERTENTANGAN IMAJINASI


Ketika Kata Beradu Mulut Tentang Imajinasi


Pujangga lagi tak punya cinta, padahal malam ini kata orang-orang adalah waktunya yang tepat untuk ber’cinta’. Yah, seperti malam-malam sebelumnya. Pujangga hanya duduk manis, ngemil kismis, sambil berimajinasi kritis. Malam ini, bintang tampak seperti bola lampu, terang dan bertaburan. Pujangga tersenyum ketika didapatnya sebuah insiprasi.

Ditulisnya satu kata untuk insiprasi. Bintang. Kata itu bergejolak dalam otak. Mulai dirangkainya lagi. Sementara itu, ratusan kata sedang bergelut ramai didalam fikiran Pujangga. Mereka berteriak, mencaci satu sama lain.

“Biar aku saja yang keluar!” Teriak kata emosi.

“Kamu tidak ada hubungannya dengan inspirasi Pujangga” Sahut kata Sabar.

“Ah kalian, sudah, malam ini pasti aku, ya aku yang akan terpilih,” Ucap kata malam.

“Jelas saja, inikan malam hari, dan tidak mungkin sangat tidak mungkin, aku akan dikeluarkan sebagai inspirasi” Celetuk kata Siang.

Tak disangka, Pujangga menarik manis kata Siang, ke dalam puisinya yang terinsiprasi dari bintang. Siang tertawa riang, ia berlenggok anggun, melewati ratusan kata yang daritadi berebut. Sudah satu bait puisi, yang menari diatas kertas putih bertinta hitam. Pujangga diam, dibetulkannya slayer coklat yang melilit dilehernya. Dingin menyeruak, haah, Pujangga menghela nafas. Tampak hembusan dingin tergambar dari nafas-nafas putih dari hidungnya.

Didalam fikiran, mereka masih menggerutu satu sama lain.

“Ah pujangga, lama sekali, aku jenggah disini” Gerutu kata ngeluh.

“Sifatmu sama dengan namamu, mengeluh saja !lihat aku sedaritadi diam, karena aku yakin aku akan keluar dari imajinasinya” Kata Malam semakin menyombongkan diri.

“Sudah, kalian berisik,” Bentak si Lelap, yang mendadak terbangun karena mendengar keramaian.

Ya, seperti malam biasanya, malam akan menjadi sibuk bagi mereka, sebab Pujangga selalu ingin bercerita. Pujangga akan menuang inspirasi. Sudah tepat pukul 12 malam, Pujangga daritadi hanya diam, dia terpesona dengan hujan bintang. Ia lupa dengan mereka yang tengah ramai ingin keluar. Malam ini, Pujangga berinspirasi tanpa secangkir kopi dan sebatang rokok.

Masih tertata manis, sebait puisi. Kata dalam puisi semua mengkrenyit dahi. Ada apa ini, Pujangga tak bergairah. Sudah setengah jam, tak tampak tambahan kata. Pujangga tersenyum, saat didapatinya satu bintang masih setia bersinar, meski yang lain sudah berlari meninggalkan malam.

“Tidaaakk..!” Teriak kata-kata dalam puisi.

Teriakan itu membahana sunyinya malam, ketika Pujangga dengan santai meremas kertas. Inspirasi itu sekejab hilang, bersama kata yang berhamburan di tong sampah. Hal yang menyebalkan bagi mereka yang berakhir disana, tetapi tidak bagi mereka yang masih memperebutkan posisi keluar untuk imajinasi sang Pujangga.

“Huahaha..kasian sekali kalian, terbuang sia-sia, sudah ku duga” Teriak kata licik.

“Jahat sekali kamu, tertawa diatas penderitaan mereka” Celetuk kata Baik.

“Sekarang, waktunya berdandan rapi, siapa tahu aku akan keluar dari imajinasi” Ucap kata Genit.

Semua terdiam, melihat aksinya. Tidak lama, hanya empat detik, kemudian ramai (lagi).

Pujangga menarikan pena, kembali sebait demi bait akan terealisasi. Hening, suara jangkrik menjadi backsound Pujangga berimajinasi.

*Bintang*

Untuk semua kisah masa lalu

Kamu selalu hadir

Untuk semua kisah suramku

Kamu selalu tertawa

Untuk semua kisah bahagiaku

Kamu selalu ada

Dan, untuk semua malam tanpa cinta

Hanya kamu yang ku anggap setia

Bersama dingin, ku peluk hangat semua tentangmu

Ku ikat erat dalam genggamanku

Bisakah kau hadir dalam dunia nyataku?

Menggantikan ia, yang telah memiliki cinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar